Tampilkan postingan dengan label Essai. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Essai. Tampilkan semua postingan


Oleh HADI SASTRA 



Belajar adalah suatu proses yang dilakukan untuk menimbulkan perubahan pada siapa pun yang melakukan kegiatan pembelajaran (subjek belajar). Proses belajar harus diarahkan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. 
Belajar menulis bertujuan agar subjek belajar memiliki pengetahuan menulis, bersikap positif terhadap ilmu dan aktivitas, serta terampil menulis.
Untuk mencapai tujuannya, segala sesuatu harus diupayakan sedemikan rupa, sehingga proses belajar menulis tersebut lebih bermanfaat. Sehubungan dengan itu, ada beberapa hal perlu diperhatikan dalam pengelolaan proses belajar menulis. Hal tersebut meliputi: materi pembelajaran, tujuan pembelajaran, metode pembelajaran, dan evaluasi pembelajaran.
1. Materi Pembelajaran Menulis
         Pemilihan dan penyusunan materi dalam belajar menulis harus dirancang sedemikian rupa, sehingga materi itu dapat mengarahkan subjek belajar untuk terampil berbahasa Indonesia secara tertulis. Variasi dan bobot kesukaran materi perlu disesuaikan dengan komponen-komponen yang lain. Bila perlu, materi pembelajaran berasal dari pemikiran, tugas, atau pengalaman subjek belajar.
2. Tujuan Pembelajaran Menulis
       Secara umum tujuan pembelajaran menulis adalah subjek belajar mampu mengekspresikan berbagai pikiran, gagasan, pendapat, dan perasaan dalam berbagai ragam tulisan. Oleh karena itu, tujuan belajar menulis hendaknya selalu diarahkan kepada kegiatan terampil menulis. Untuk mencapai tujuan tersebut, diperlukan perencanaan pengajaran yang memperhatikan hal-hal tertentu agar dapat memudahkannya mencapai tujuan tersebut. Jadi, latihan menulis dengan segala dinamikanya merupakan kunci utama keberhasilan.
           Untuk mencapai tujuan pembelajaran sebagaimana yang diharapkan, khususnya belajar menulis, maka penetapan dan pengelolaan perencanaan, proses, evaluasi dan tindak lanjut pembelajaran merupakan hal utama yang harus dikelola dengan tepat.
3. Metode Pembelajaran Menulis
         Metode pembelajaran merupakan cara yang diterapkan dalam belajar. Pilihan metode yang tepat sangat membantu tingkat ketercapaian tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Persoalan penggunaan media juga perlu mendapat perhatian. Metode pelatihan dan diskusi merupakan dua metode yang ampuh dalam rangka pembelajaran menulis. 
         Dalam proses belajar menulis, subjek belajar dapat menulis tentang apa saja (sebaiknya materi yang dekat dengannya). Hasil tulisan tersebut dikoreksi dan didiskusikan dari berbagai aspek penggunaan  bahasa. Dengan kegiatan tersebut, akan diketahui kelemahan dan keunggulannya dalam hal ketatabahasaan, kelogisan pikiran, dan kaidah-kaidah menulis lainnya.

4. Evaluasi Pembelajaran Menulis
            Evaluasi berarti memberi penilaian atau cara menilai. Penilaian merupakan upaya pengumpulan informasi untuk mengetahui seberapa jauh kompetensi berbahasa dan bersastra Indonesia yang sudah dicapai. 
Melalui evaluasi, dapat diketahui:
1) tingkat ketahuan dan keterampilan menulis, 
2) keberhasilan proses belajar yang telah dilaksanakan, dan 
3) menentukan kebijakan selanjutnya. 

Evaluasi belajar menulis hendaknya selalu memperhatikan tujuan pengajaran, materi, dan proses yang telah dilakukan. Sehubungan dengan itu, evaluasi yang tepat menurut pendapat Penulis adalah kegiatan menulis essai atau teks. Hal tersebut karena menulis essai atau teks sangat baik sebagai rangsangan sederhana untuk mengetahui tingkat kemampuan berbahasanya. Rangsangan-rangsangan lain dalam bentuk tugas hendaknya disesuaikan dengan tingkat kemampuan berbahasa dan berpikir, misalnya menulis berbagai laporan, surat, resensi buku, dan sebagainya. 


Oleh  HADI SASTRA

Berkaitan dengan pendidikan (tarbiyah) bagi anak, perlu diperhatikan bahwa, anak seringkali belajar atau mencontoh dari lingkungan sekelilingnya. Apa pun yang dilihatnya akan masuk dan meresap ke dalam ingatannya. Oleh karena itu, hendaknya para orang tua dan pendidik dapat menjadi contoh atau teladan yang baik.

Orang tua yang menginginkan anak-anaknya menjadi anak yang baik, rajin, jujur, pintar dan disiplin, maka dari diri mereka terdahululah yang harus berbuat dan bersikap demikian. Perlu juga diingat bahwa, perlakuan yang diberikan kepada anak, terutama pada masa usia dini, dapat berpengaruh terhadap keadaan mental dan emosi anak kelak.

Dalam pendidikan anak, harus mempertimbangkan hal-hal berikut:

a. Anak harus senang dan gembira. Mereka harus merasakan sesuatu
dengan riang tanpa merasa ketakutan apa pun.
b. Anak harus dilatih untuk tumbuh dan berkembang dengan sikap dan
kebiasaan, adab atau etika Islam.

Rasulullah Muhammad Saw. telah bersabda, yang bermakna: “Bijaksanalah terhadap anakmu dan buatlah kebiasaan-kebiasaan dan cara-cara hidup mereka menjadi baik dan indah.”

Di antara nilai-nilai dan kebiasaan yang harus dikembangkan dalam rangka mendidik anak adalah sebagai berikut:

1. Kebiasaan jujur dan berbicara yang benar
2. Kebiasaan bersikap ramah-tamah dan sopan, tanpa ada rasa takut,
khawatir dan terancam, sebagaimana sabda Nabi yang bermakna:
“Keramahtamahan akan memperindah apa saja.”
3. Kebiasaan suka membantu dan bijaksana tanpa rasa canggung
dalam tingkah lakunya bersama orang lain
4. Kebiasaan bersih, rapi dan teratur, dan
5. Kebiasaan memelihara kesehatan dan penampilan pribadinya.

Rasulullah menganjurkan agar anak-anak diajari berkuda, berenang dan memanah. Dari anjuran tersebut, dapat dipahami bahwa anak harus menjalani aktivitas di dalam kehidupannya. Mereka harus menguasai keahlian bela diri demi menjaga dan melindungi dirinya ancaman dan bahaya. Mereka juga harus memiliki stamina yang baik untuk bermain dan berkreativitas.

Dianjurkan juga agar semenjak usia dini anak-anak mengenal dan membaca Alquran. Anak-anak dikenalkan tentang ajaran-ajaran Islam, dan diarahkan untuk belajar mempraktikannya, sehingga akan memupuk rasa cinta terhadapnya.
Jose Ortega Y Gasset
Oleh Tika D. Pangastuti

Pertama-tama kita perlu memahami konsep "modern", baru kemudian kita melihat apakah nilai-nilai yang terkandung dalam kesusastraan mempunyai tempat atau arti didalam masyarakat itu sendiri.

Konsep mengenai modern dapat berbeda-beda dan tergantung pada tanggapan kita masing-masing mengenai sifat modern itu. Bermula dari dari konsep modern tersebut, kita dapat mengkaji peranan kesusastraan ditengah kehidupan masyarakatnya.

Menurut Jose Ortega Y Gasset, kata "modern"mengungkapkan kesadaran tentang hidup baru, yang lebih unggul adri yang lama, sekaligus suatu seruan yang mengharuskan kita untuk berada dipuncak zamannya. Untuk orang yang "modern" dan tidak "modern" berarti jatuh di bawah taraf sejarah.! (The Revolt of the masses, W. W. Norton & company, New York, 1957, hlm 32)

Bagaimanapun masih harus dicatat perbedaan-perbedaan pandangan mengenai kapan dimulainya dunia modern itu. Menurut tanggapan yang umum, dunia modern di Eropa telah dipersiapkan di zaman pertengahan, dimulai sejak Renaissance (abad 14-16) melalui zaman pencerahan (Aufklarung) abad ke 18 dan 19 yang berlaku sampai sekarang. Secara ekonomis dunia modern kira-kira sama dengan dunia kapitalisme). Ada pula yang melihatnya sejak abad ke 17 dengan pertumbuhan ilmu modern dan filsafat Descartes. Ada juga yang menganggapnya mulai dengan revolusi industri di Inggris pada abad ke-18.

Perkembangan ilmu alam yang pesat dan memesonakan meninggalkan pengaruhnya yang luas dan dahsyat pada cara berpikir, pandangan dan pendirian orang. Ilmu berusaha menguraikan kenyataan yang ada sampai pada unsur-unsur yang paling kecil dan  merumuskan secara pasti hukum-hukum yang mendasari peristiwa alam. Cara berpikir tersebut menimbulkan pengutamaan rasionalisme berakibat pada pemikirantang  tentang perkembangan masyarakat sejauh tentang tradisi,adat istiadat, moral, hukum dan agama.

Cara berpikir dibidang hukum dan kemasyarakatan itu kemudian menjurus ke pertumbuhan gagasan tentang kedaulatan rakyat, demokrasi, kemanusiaan, dan kepentingan individu. Bersamaan dengan itu timbul gerakan-gerakan untuk memperoleh kebebasan dalam berpikir dan berkepercayaan serta kebebasan pers dan hak berkumpul, berpendapat dan mengadakan pemogokan. Di dalam lapangan moral, ukuran bagi kebaikan tidak diambil dari ayat-ayat kitab suci melainkan diserahkan kepada masing-masing individu, karena menurut keyakinan pada saat itu pada dasarnya manusia dilahirkan sebagai makhluk yang baik.

Di zaman modern itupula, perhatian orang lebih tertuju ke dunia dari pada ke akhirat. Pandangan orang menjadi optimis dan mengharapkan terbentuknya dunia yang  harmonis.

Lalu, apa kini relevansi nilai-nilai sastra bagi masyarakat modern demikian itu?
Dalam menjawab pertanyaan ini perlu berhati-hati supaya jangan melakukan generalisasi. Yang dinamakan kesusastraan terdiri dari beribu-ribu karya sastra yang didalam suatu periode menunjukan bermacam-macam tema, yang terungkap dalam gaya pribadi. Apabila didalam itu terkandung nilai yang tinggi dan rendah tidak saja ditentukan oleh kriteria resmi dan baku, melainkan tergantung pula dari kriteria, selera dan kebiasaan membaca kelompok-kelompok pembaca dari tingkat masyarakat, serta suasana hidup yang berbeda-beda.

Didalam masyarakat modern, perhatian umum tertuju pada kekinian dan keduniawian.Kesusastraan cenderung mencatat pengalaman yang terjadi di dalam kehidupan yang nyata. Seperti abad ke-19 di Eropa amat kuat menonjol aliran realisme yang membatasi pengertiannya pada kejadian-kejadian nyata ditengah masyarakat. Yang ditampilkan adalah segi-segi jasmaniah dan materialistis di dalam kehidupan sosial dan kekeluargaan. Juga mengemukakan masalah-masalah kemasyarakatan yang besar sehingga realisme itu menyangkut pula nilai-nilai yang idealistis, seperti pada roman-roman yang ditulis oleh Charles Dickens dan Honore de Balzac.

Hikmah relisme ini untuk menangkap kebenaran pada pengalaman hidup secara terus terang, jujur, dan wajar yang ada di dalam kelanjutan perkembangannya dalam aliran naturalisme menjurus ke pengabaian norma-norma kepatutan hidup kemasyarakatan yang umum. Kaitannya dengan nilai sastra, di zaman realisme kekuasaan bertugas sebagai alat pencatat kejadian yang objektif yang memuaskan pembaca di dunia modern yang tertarik oleh cara berpikir yang rasional dan kemuajuan ilmu pengetahuan.

Dewasa ini kita mendambakan masyarakat Indonesia yang modern. Kita ingin mengejar ketertinggalan kita dalam kehidupan sosial, ekonomi, politik dan budaya, supaya kita bisa sejajar, dan kalau mungkin juga beberapa langkah lebih maju dari bangsa-bangsa lain di dunia. Perkembangan ke arah tahap modern itu masih terasa lamban, kita cenderung melihat sebab-sebab keterlambatan itu pada hambatan-hambatan proses sejarah dan kendala demografi.

Bagaimana kini kedudukan dan nilai-nilai kesusastraan ditengah masyarakat?
Kesusastraan cenderung tersisih dari perhatian umum karena tidak langsung melayani kepentingan kemajuan materi. Paling jauh hanya kalangan-kalangan yang berpretensi sastra yang sanggup menghibur dan mengisi waktu senggang yang diterima sebagai bacaan yang berharga. Sejajar dengan kedudukan musik pop yang menjadi kegemaran umum pada generasi muda maupun yang tua, sastra pop menjadi bacaan umum yang laris terjual kepada publik. orang rupanya merasa terganganggu oleh pemikiran yang terlalu dalam tentang kehidupan yang terkandung dalam karya sastra dan karena itu penerbitan buku-buku sastra secara komersial tidak menguntungkan. 

Terjadi suatu rantai negatif yang tidak ada putus-putusnya yang berakibat negatif pada kedua belah pihak, pada kesusastraan dan masyarakat disekelilingnya. Karena kesusastraan tidak menjadi perhatian masyarakat, maka masyarakat tidak menerima dampak nilai-nilai sastra yang dapat mengangkat derajat kebudayaan dan peradabannya. Sebaliknya karena masyarakat tidak menaruh perhatian kapada kesusastraan, kesusastraan sendiri tidak mendapat rangsangan untuk meningkatkan nilainya menjadi hasil kebudayaan dan peradaban yang besar.

Nilai-nilai yang terkandungg didalam kesusastraan akan berpengaruh kepada masyarakat modern. kalau kita mempunyai tanggapan lain daripada arti modern bagi masyarakat. Modern disini dikaitkan dengan tahap perkembangan pandangan dunia serta pengalaman hidup.

Proses modern menurut pandangan ini, sudah mulai waktu anak sebagai anggota masyarakat telah mempelajari ilmu bumi dan sejarah. Kejadian di masa kini dalam pandangannya mempunyai dimensi masa lalu, yang tidak hanya berkaitan dengan sejarah bangsanya sendiri, tetapi dengan langsung atau tidak langsung berkaitan dengan sejarah-sejarah bangsa lain di dunia. Dimensi masa lampau itu bahkan ada pertalian dengan sejarah kemanusiaan seluruhnya.

Disamping itu manusia dan masyarakat modern ditandai kesadarannya akan dimensi ruang dan waktu yang meluas dan mendalam itu. sebagai individu atau kelompok ia telah mengatasi wawasan dunia yang primitif yang berpusat pada kepentingan diri sendiri atau situasi diri sendiri.

Kemajuan industri, teknik dan teknologi dalam rangka tanggapan "modern" ini lebih banyak berperan sebagai sarana dan prasarana manusia di masyarakat modern, bukan ciri dari inti kemodernan. Kalau kita berlangkah salah, sarana dan prasarana peradaban itu justru dapat menjerumuskan masyarakat kepada primitivisme dengan menggunakannya untuk pembinaan kemanusiaan lewat perang atau kemunduran dengan menyesatkan idealisme orang lewat propaganda dan disinformasi.

Didalam masyarakat modern kesusastraan dapat berkembang dengan subur dan nilai-nilainya dapat dirasakan manfaatnya oleh umum. Karena kesusatraan sendiri mengandung potensi-potensi kearah keluasan kemanusiaan dan semangat hidup yang semesta itu. Pada karya-karya yang berhasil itu, kesusastraan itu merupaka ekspresi total pribadi manusia yang meliputi tingkat-tingkat pengalaman biologi, sosial, intelaktual, dan religius. Didalam kesusastraan nilainya diperoleh dari pengucapan diri pengarang, bukan hanya pengarang sebagai manusia individu, melainkan juga sebagai manusia yang berdiri ditengah masyarakat, manusia pemikir dan manusia yang menghayati suasana kedekatannya kepada Allah sebagai sumber kehidupan. Pancaran diri utuh dan lengkap secara jasmani dan rohani yang kita harapkan ada sebagai suatu nilai di dalam kesusastraan.*

MENULIS BAGI REMAJA
Oleh HADI SASTRA

Menulis? Hiiiii...... Sorry lah yauw.... Jadul.... Bete!!!

Itu sebagian kecil pernyataan spontan yang sering terdengar dari remaja pada saat ini tentang kegiatan menulis. Entahlah! Belum ada jawaban pasti mengapa para remaja yang notabene sebagai generasi penerus bangsa ini tidak menyukai kegiatan menulis, bahkan tidak sedikit yang alergi dengan menulis. Mereka lebih memilih kegiatan yang bersifat senang-senang, hura-hura, glamour atau apa pun istilahnya yang sesuai dengan mood mereka. Padahal, tanpa mereka sadari, setiap saat mereka tidak pernah lepas dari aktivitas menulis. Perhatikan saja, setiap hari mereka tidak pernah berpisah dengan handphone. Dengan alat komunikasi itu, mereka mengetik tombol-tombol keypad handphone, lalu menelepon, mengirim sms, browsing, chatting, dan sebagainya, yang hampir setiap saat mereka lakukan. Tentu saja kegiatan-kegiatan tersebut berkaitan dengan aktivitas menulis.

Harus diakui, bahwa dalam masyarakat kita belum tertanam budaya menulis, termasuk bagi kalangan remaja. Mereka lebih suka menonton televisi, yang kita semua tahu, tidak sedikit tayangan televisi yang sangat tidak sesuai dengan budaya ke-timuran kita. Hal ini, jika dibiarkan terus-menerus, maka akan berakibat sangat fatal bagi perkembangan daya nalar, imajinasi dan fungsi otak. Bakat dan potensi yang dimiliki pun akan hilang begitu saja apabila lama tidak diasah atau digunakan. Salah satu jalan mengasahnya adalah dengan aktivitas menulis. Karena dengan menulis, seseorang dapat menuangkan ide, imajinasi, aspirasi, unek-unek atau apa pun yang berasal dari otak dan tersalurkan dengan aktivitas gerak badan lainnya, terutama tangan.

Lalu, bagaimana cara memulai menulis, terutama bagi remaja?

Bagi sebagian orang, memulai menulis tentu bukan perkara yang gampang. Banyak hambatan yang dihadapi, misalnya karena tidak adanya ide atau kurangnya referensi. Bagi remaja sebetulnya lebih mudah, aktivitas menulis yang selama ini tersalur pada handphone dapat lebih diseriuskan. Tulislah apa saja ide yang muncul, kapan saja dan di mana saja, kemudian kembangkan. Jangan mudah jenuh atau putus asa sebelum betul-betul tertuang ide yang ada. Jangan pula cepat puas terhadap tulisan yang telah dibuat. Hal ini dapat membentuk karakter tulisan yang lambat laun akan menjadi kekuatan dan ciri khas yang dimiliki. Maka, tunggu apa lagi, mulailah menulis dari sekarang! Ayo remaja, bangkitlah, temukan jati dirimu lewat aktivitas menulis!!!


Oleh HADI SASTRA

Kemajuan media informasi dewasa ini cukup pesat dan signifikan. Media cetak maupun elektronik saling bersaing kecepatan, sehingga si pemburu berita dituntut kreativitasnya dalam penyampaian informasi. Pengetahuan dasar-dasar jurnalistik merupakan modal yang amat penting dikuasai. Keberadaan media tidak lagi sebatas penyampaian informasi yang aktual kepada masyarakat, tetapi juga mempunyai tanggung jawab yang berat dalam menampilkan fakta-fakta objektif dalam setiap pemberitaannya.

Pengertian Jurnalistik

Definisi jurnalistik sangat banyak. Para tokoh komunikasi atau tokoh jurnalistik mendefinisikan berbeda-beda, namun pada hakikatnya sama. Secara harfiah, jurnalistik (journalistic) artinya kewartawanan atau hal-ihwal pemberitaan. Kata dasarnya “jurnal” (journal), artinya laporan atau catatan, atau “jour” dalam bahasa Prancis yang berarti “hari” (day) atau “catatan harian” (diary). Dalam bahasa Belanda journalistiek, artinya penyiaran catatan harian.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, jurnalistik diartikan sebagai perihal karang-mengarang di surat kabar, kewartawanan, persuratkabaran. Jurnalisme adalah pekerjaan atau profesi yang berkaitan dengan jurnalistik, sedangkan orang yang bekerja untuk memperoleh informasi dengan mendatangi sumber berita disebut jurnalis, wartawan atau reporter.

Istilah jurnalistik erat kaitannya dengan pers dan komunikasi massa. Jurnalistik adalah suatu kegiatan yang berhubungan dengan pencatatan atau pelaporan yang dilakukan setiap hari. Jurnalistik dapat dibatasi secara singkat sebagai kegiatan penyiapan, penulisan, penyuntingan, dan penyampaian berita kepada khalayak melalui saluran media tertentu. Jurnalistik mencakup kegiatan dari peliputan sampai kepada penyebarannya kepada masyarakat.

Jurnalistik dalam pengertian sempit disebut juga dengan publikasi secara cetak. Dewasa ini pengertian jurnalistik tidak hanya sebatas melalui media cetak, seperti surat kabar, majalah, dan sebagainya, namun meluas menjadi media elektronik, seperti radio dan televisi. Jurnalistik berdasarkan media yang digunakan meliputi: jurnalistik cetak (print journalism), jurnalistik elektronik (electronic journalism), dan jurnalistik secara tersambung (online journalism) seperti yang berkembang akhir-akhir ini.

Pentingnya Jurnalistik di Dunia Pendidikan

Rasanya tidak lengkap jika sekolah atau kampus tidak mempunyai media internal, apa pun bentuknya; bulletin, news letter, tabloid atau majalah. Media sekolah/kampus adalah media yang diterbitkan secara berkala dan dikelola oleh guru/dosen atau siswa/mahasiswa bagi kepentingan sekolah/kampus. Lewat media ini civitas akademika bisa mengekspresikan kemampuan tulis-menulisnya. Sekolah/kampus juga dapat mempublikasikan kegiatan-kegiatannya kepada pihak eksternal melalui media ini.

Media sekolah/kampus termasuk dalam bidang jurnalistik. Oleh karena itu, dalam pengelolaannya harus sesuai dengan acuan bidang ini. Guru/dosen dan siswa/mahasiswa yang menangani media ini perlu diberikan pemahaman dan pelatihan tentang kejurnalistikan. Beragam caranya, namun bisa dimulai dari hal-hal dasar, seperti pengumpulan naskah, editing naskah, pengurutan naskah dalam file sesuai dengan daftar isi (file diberi nomor urut dan nama rubrik) sampai dengan penentuan dan pengumpulan foto/gambar pendamping naskah (disesuaikan dengan isi). Dalam hal ini dibutuhkan check list rubrik sekaligus penanggung jawabnya.

Perwajahan atau lay out merupakan aspek penting dalam mengembangkan jurnalistik di dunia pendidikan. Media sekolah/kampus yang baik harus mempunyai desain yang menarik agar pembaca termotivasi untuk mendalami dan mengetahui informasi-informasi yang disajikannya. Lay out yang baik juga akan menambah tampilan media sekolah/kampus lebih berbobot.

Dalam mengembangkan jurnalistik di dunia pendidikan perlu adanya keterlibatan berbagai unsur. Pemberian tugas kepada guru/dosen dan siswa/mahasiswa untuk menulis artikel dianggap perlu sebagai langkah awal memulai kegiatan jurnalistik. Mungkin akan terasa sulit bagi yang belum terbiasa menulis. Bisa jadi, apa yang ada di pemikirannya tidak dapat disalurkan dengan baik melalui tulisan. Hal ini wajar, karena biasanya pengungkapan dengan bahasa tertulis lebih sulit dibandingkan dengan bahasa lisan. Namun, jika kegiatan menulis dilakukan secara rutin, maka akan terasa lancar atau mengalir dengan sendirinya. Oleh karena itu, hendaknya guru/dosen dan siswa/mahasiswa membiasakan diri dengan menulis artikel untuk mengisi media sekolah/kampus. Tema dalam bahasan artikel bisa apa saja, dari masalah yang sederhana sampai dengan masalah yang kompleks, tetapi lebih diutamakan tema yang berkaitan dengan isi media. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa, kegiatan jurnalistik di dunia pendidikan sangat penting dan harus terus dihidupkan dan dikembangkan bagi kepentingan sekolah/kampus.


HADI SASTRA, bernama asli Washadi. Lahir di Brebes, pada tanggal 04 Juli. Lulusan S.1 Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, dan S.2 Manajemen Pendidikan. Tulisan-tulisannya dimuat di beberapa media massa. Berprofesi sebagai Guru Bahasa Indonesia di sebuah SMK swasta di Tangsel. Pernah menjadi Kontributor Berita di Harian Umum Suara Tangsel (2011-2012). Aktivitas lainnya saat ini menjadi Redaktur Tabloid Perkasa Nusantara, Pemimpin Umum Majalah dan Buletin Assa'adah. Bergabung dengan Kelompok Alinea Baru, KSI Tangsel, dan Sarang Matahari.