Membudayakan Menulis ala Pak Mustafa Ismail

Membudayakan Menulis ala Mustafa Ismail
Oleh Pilo Poly
Komunitas Sastra Indonesia, Sabtu (24/5), kembali menggelar kegiatan diskusi sastra mingguan. Kali ini yang menjadi tamu, atau pembicara adalah seorang penulis kelahiran Aceh, 25 Agustus 1971, yang akrab dipanggil Pak Mustafa Ismail dan sudah melanglang buana di dunia literasi.
“Menulis adalah hal yang paling penting dikerjakan oleh siapapun,” ungkap lelaki itu dengan mimik wajah serius saat moderator acara sudah memperkenalkan Pak Mustafa Ismail kepada kawan-kawan yang lain.
Beliau juga menuturkan, budaya menulis di Indonesia harus digerakkan lagi. Penulis-penulis muda harus segera dibimbing. Agar tahu kemana arah mereka harus melangkah. “Tidak tersesat di jalan yang terang,” imbuhnya diikuti gelak tawa para peserta yang hadir sore itu.
“Kenapa hal tersebut harus dilakukan?” sambungnya. Karena menurutnya, pendidikan di Indonesia sekarang sudah mengalami penurunan nilai. Orang-orang, Mahasiswa/i lebih mementingkan Sastra Inggris dari pada menumbuhkembangkan Sastra Indonesia sendiri. 
Pak Mustafa juga berpesan, menulis harus diawali dari diri sendiri. Kunci keberhasilan seorang penulis ada ditanggannya, juga sejauh mana ia telah memahami dirinya dan memposisikan siapa dirinya saat menulis.
“Menulis harus memakai logika, ada juga yang menabrak logika itu sendiri,” sambil berdiri, Pak Mustafa Ismail mulai menerangkan pada peserta diskusi mingguan di depan papan tulis. Bahwa, antara fiksi dan nonfiksi, punya keterbatasan masing-masing yang harus diketahui oleh seorang penulis. “Misalnya, di dalam menulis fiksi, kita akan dengan mudah menulis sebuah cerpen yang di luar nalar orang lain. Tapi, di dalam menulis nonfiksi, kita harus memiliki referensi-referensi atau taat pada azas standar umum.”
Lalu beliau juga menjelaskan bahwa, seorang penulis, harus mau membaca karya orang lain, agar merangsang dirinya untuk berimajinasi dan menghimpun setiap bahan-bahan bacaan itu menjadi bendahara bahasa. Dari situlah nanti kebaharuan sebuah ide akan muncul dengan sendirinya.
“Dalam kaidah cerpen sendiri, ada beberapa hal yang harus diperhatikan,” kata Pak Mustafa Ismail yang mulai terjun ke dunia kepenulisan pada tahun 1996 lalu. 
“Apa saja hal itu?” Pak Mustafa Ismail mulai menulis lagi beberapa kaidah di papan tulis. Semua peserta dengan antusias mencatat lagi di buku mereka masing-masing. “Beberapa kaidah itu sendiri antara lain,” 1/ Gagasan, 2/ Konflik, 3/ Dramatik, 4/ Suspen/Ketegangan, 5/ Kejutan. Juga beberapa struktur dalam kepenulisan sendiri; 1/ Prolog, 2/ isi, 3/ Ending.
Obrolah hangat itu ditutup dengan pesan yang bernas, “Cerpen yang berhasil adalah cerpen yang mengajak pembaca ke dalam cerita tersebut,” ungkapnya dengan membuat beberapa catatan-catatan kecil tentang beberapa kebaruan puisi dan penulisnya. Ia menyebutkan nama-nama penulis yang patut diikuti oleh penulis pemula karena ciri khas mereka antara lain, Joko Pinurbo, Chairil Anwar, Sapardi Joko Damono, Afrizal Malna. *Pilo
Pamulang, 24 Mei 2014.

0 komentar:

Posting Komentar